Ilmuwan Jelaskan Dampak Dari Ribuan Satelit Yang Mengorbit di Bumi, Sebagai Berikut

Jakarta - Perkembangan teknologi yang makin pesat menjadi salah satu hal yang menyebabkan meningkatnya pemakaian satelit buatan. Sedikitnya, hingga saat ini sudah ada ribuan satelit telah diluncurkan di orbit Bumi.

Profesor Fisika di College of Massachusetts Lowell sendiri menyebut jumlah satelit yang diluncurkan pada 2020 sebanyak lebih dari 1300 satelit. Sementara ini, pada 2021 diperkirakan lebih dari 1400 satelit baru mengorbit Bumi yang menyusul diluncurkan.

Adapun secara total, menurut United Nations' Outer Space Furnishings Index, ada sekitar 7.500 satelit aktif di orbit Bumi rendah (LEO) pada September 2021. Kendati demikian, peluncuran satelit ini ibarat pedang bermata dua, di satu sisi mendukung perkembangan teknologi, tetapi di sisi lain satelit mengorbit Bumi juga dapat menimbulkan permasalahan baru.

Dikutip dari Live Scientific research, Senin (22/11/2021) berikut beberapa permasalahan atau dampak yang berpotensi timbul akibat banyaknya satelit di orbit Bumi.

Potensi Tabrakan Antar Satelit

Dampak banyak satelit mengorbit Bumi akan menimbulkan potensi tabrakan antarsatelit, yang dapat menyebabkan semakin banyaknya puing-puing sampah antariksa. Setidaknya sudah ada 128 juta keping puing di LEO.

Dari jumlah tersebut, sekitar 34.000 lebih berukuran 10 sentimeter. Jumlah tersebut akan lebih banyak lagi di masa depan. "Pengoperasian yang aman dari banyak satelit akan menjadi tantangan besar,"ungkap Aaron Boley, astronom di The College of British Columbia.

Puing-puing tersebut berpotensi menyebabkan kerusakan signifikan pada satelit atau wahana antariksa lain. Contohnya pada Juni 2021, Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) pernah dihantam oleh puing-puing satelit yang melubangi lengan robot. Untungnya, tak ada kerusakan besar dan astronot selamat.

Puing-puing Satelit Luar Angkasa Makin Tak Terkendali

Sejumlah satelit di LEO dapat menyebabkan rantai tabrakan tak terkendali dan akan menyebarkan puing-puing luar angkasa di sekitar LEO. Peristiwa ini sering disebut dengan sindrom Kessler. Akibat kejadian itu, kita tak bisa meluncurkan roket baru.

Pembersihan puing-puing luar angkasa diperlukan untuk menghindari sindrom Kessler terjadi. Namun, menghilangkan puing-puing luar angkasa dari LEO bukan perkara yang mudah dan masih belum ada metode yang disepakati.

Jejak Karbon Yang Tinggi Dari Satelit

Industri luar angkasa memiliki jejak karbon yang jauh lebih rendah daripada industri lain, misalnya industri penerbangan. Peluncuran roket rata-rata melepaskan antara 220 dan 330 lot (200 hingga 300 metrik load) karbon ke atmosfer Bumi.

Sebagai perbandingan, rata-rata penerbangan komersial jarak jauh melepaskan sekitar 2 hingga 3 load (1,8 hingga 2,7 metrik bunch) karbon per penumpang.

Sementara ada puluhan juta penerbangan setiap tahun. Namun, berhubung permintaan tinggi untuk roket yang dibutuhkan untuk meluncurkan satelit meningkat, emisi karbon dari peluncuran roket telah meningkat sebesar 5,6 persen setiap tahun.

Pencemaran Atmosfer Dari Satelit

Ketika satelit akhirnya jatuh dari orbit dan masuk kembali ke atmosfer Bumi, mereka juga melepaskan bahan kimia ke atmosfer. Studi yang dilakukan Boley mengungkapkan bahwa di masa depan masuknya satelit kembali bisa berakhir dengan menyimpan lebih banyak elemen tertentu, seperti aluminium di atmosfer bumi daripada meteorit.

Para ilmuwan tidak yakin apa dampak potensial dari hal tersebut, tetapi kasus perubahan kimia atmosfer yang disebabkan oleh manusia. Misalnya seperti pelepasan klorofluorokarbon (CFC) dari aerosol yang menyebabkan lubang di lapisan ozon cenderung tidak berakhir dengan baik.

Selain itu, masuknya kembali satelit ke atmosfer juga masih bisa berpotensi menyebabkan kerusakan signifikan di permukaan tanah dan lautan.

Polusi di Langit Malam Dari Banyaknya Satelit

Peningkatan aktivitas satelit akan terlihat jelas dari Bumi. Benda-benda logam tersebut akan memantulkan cahaya kembali ke permukaan bumi dan jumlah mereka yang banyak secara drastis mengubah pandangan kita tentang langit malam.

Dalam studi mengenai polusi cahaya yang diunggah ke arXiv pada September 2021, sebanyak 8 persen cahaya di langit bisa berasal dari satelit. Jadi di masa depan, cahaya di langit di malam hari bisa jadi merupakan satelit.

Hal ini tentunya bisa menganggu pengamatan bintang baik itu yang dilakukan oleh amatir maupun profesional. Dengan berbagai peran yang dimiliki satelit terhadap kehidupan manusia saat ini, Boley pun menambahkan bahwa kita perlu menemukan cara untuk menyeimbangkan manfaat dan dampak satelit.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berita Mengejutkan Sebuah Robot Penjelajah Memfoto Objek Misterius di Bulan

China Meluncurkan Empat Misi Luar Angkasa Dari 3 Pangkalan Berbeda Dalam Rentang Seminggu